KONTEKS.CO.ID – Anggota DPR RI Fadli Zon menolak usulan kenaikan biaya perjalanan haji yang diajukan Kementerian Agama. Menurut Fadli menaikkan biaya perjalanan haji yang ditanggung jamaah hingga Rp 30 juta sangat membebani masyarakat.
“Secara umum, dalam catatan saya, ada beberapa alasan kenapa usulan itu sangat tidak wajar dan perlu ditolak,” kata Fadli Zon dalam keterangannya, Senin 30 Januari 2023.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menjelaskan, merujuk pada UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Disebutkan bahwa urusan haji ini bukan hanya semata-mata soal ekonomi, tetapi juga menyangkut hak warga negara dalam beribadah.
Atas dasar itu negara seharusnya hadir memberikan perlindungan dan pelayanan yang terbaik pada jemaah haji.
“Mengubah komposisi biaya yang harus ditanggung jamaah dalam porsi yang drastis sangatlah tak bisa dibenarkan,” tegasnya.
Selain itu usulan kenaikan ongkos haji menurutnya menyalahi prinsip tata kelola penyelenggaraan haji sebagaimana yang diamanatkan undang-undang. Sebagai catatan, biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) tahun 1444 Hijriah/2023 diusulkan Kemenag naik menjadi Rp 98,89 juta per jemaah.
Fadli mengurai, dari besaran BPIH tersebut, biaya yang harus ditanggung jamaah mencapai 70 persen, atau Rp 69,19 juta per orang. Sementara, sisanya 30 persen atau 29,7 juta, dibayarkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji.
Besaran kenaikan ini dinilai sangat tidak wajar. Sebab, pada 2022 saja, biaya yang harus ditanggung jamaah haji hanya sebesar Rp 39,8 juta per orang. Jadi, jika tahun ini jamaah haji kita dipaksa untuk membayar Rp 69,19 juta, kenaikannya lebih dari 73 persen.
Fadli pun menyebut, asumsi-asumsi yang mendasari kenaikan tersebut juga tidak riil. Ia menyebut, angka inflasi global sepanjang tahun lalu diperkirakan hanya 8,8 persen. Sementara itu, di dalam negeri, angka inflasi hanya 5,5 persen. Harga minyak dunia dan avtur juga cenderung turun dan stabil.
Bahkan, pada awal Januari 2023, KPK sudah mengingatkan pemerintah bahwa ada persoalan serius dalam hal tata kelola penyelenggaraan ibadah haji.
Berdasarkan hasil kajian Direktorat Monitoring KPK, terdapat tiga titik rawan korupsi dana penyelenggaraan haji, yaitu biaya akomodasi, biaya konsumsi, dan juga biaya pengawasan. Dan berdasatkan temuan KPK, kerugian negara yang timbul dari tiga celah tadi cukup besar, mencapai Rp 160 miliar.
“Selain itu, ini yang paling serius, KPK juga menengarai penempatan dan investasi dana haji kita tidak optimal, sehingga perolehan nilai manfaat dana haji kita jauh lebih kecil daripada yang seharusnya bisa didapat,” paparnya.
Oleh karena itu, temuan KPK tersebut seharusnya ditindaklanjuti oleh pemerintah. Ia menegaskan, jangan sampai masalah dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji kemudian dialihkan tanggungannya kepada para jamaah.
“Ini kan zalim namanya” pungkasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"