KONTEKS.CO.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) nyatakan banding atas putusan lima terdakwa perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk Korupsi minyak goreng yang divonis ringan.
Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengajukan permintaan banding atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap para terdakwa korupsi minyak goreng.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, banding diajukan atas putusan ringan majelis hakim dari tuntutan jaksa penuntut umum terhadap lima terdakwa kasus korupsi minyak goreng.
“Putusan majelis hakim tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat,” kata Ketut di Jakarta, Selasa 31 Januari 2023.
Kelima terdakwa tersebut, yakni mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana divonis tiga tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis 1,5 tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan. Kemudian, terdakwa Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Lalu, terdakwa Lin Chie Wei alias Weibinanto Halimdjati, mantan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Kemudian, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan.
Kejagung turun tangan menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya yang terjadi pada periode bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Adanya kelangkaan minyak goreng, di saat Indonesia sebagai produsen CPO terbesar, menjadi catatan khusus kejaksaan untuk mengusut kasus tersebut, karena melibatkan masyarakat banyak yang terdampak.
“Upaya hukum banding diajukan karena putusan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat terutama kerugian yang diderita masyarakat yakni perekonomian negara dan termasuk kerugian negara,” kata Ketut. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"