KONTEKS.CO.ID –Â Sebanyak 122 akademisi dari berbagai universitas di Indonesia menyatakan diri sebagai sahabat pengadilan (Amicus Curiae).
Para akademisi ini menyerahkan surat kepada pengadilan dan meminta hukuman Bharada Eliezer lebih ringan dari terdakwa lainnya.
Ada lima butir alasan para akademisi ini membela Bharada Eliezer.
“Aliansi Akademisi Indonesia menyampaikan surat ini menyatakan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) untuk membela saudara Richard Eliezer Pudihang Lumiu,” kata perwakilan Aliansi Akademisi Indonesia dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Sulistyowati Irianto melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Pertama, Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah saksi pelaku atau justice collaborator yang rela menanggung risiko demi terungkapnya kebenaran, dan terbongkarnya kasus kejahatan kemanusiaan di ruang pengadilan. Kasus tersebut sekaligus mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
“Tanpa kejujuran dan keberanian Eliezer, kasus itu akan tertutup rapat dari pengetahuan publik dan menjadi dark number,” kata Sulistyowati Irianto.
Ia mengatakan LPSK telah merekomendasikan Eliezer sebagai justice collaborator yang didasarkan pada terpenuhinya syarat sebagai saksi pelaku sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Alasan kedua, ada relasi kuasa yang timpang dalam hubungan antara Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan atasannya sehingga perintahnya sukar ditolak. Sang Jenderal (Ferdy Sambo) atasannya tidak memiliki sikap kesatria karena melampiaskan kemarahan hingga membunuh bawahan sendiri tetapi menggunakan tangan bawahan yang lain
Bharada Eliezer, sambung dia, sebagai seorang polisi berpangkat Bharada tentu harus mengikuti perintah atasannya yakni Ferdy Sambo yang merupakan jenderal bintang dua.
“Alasan ketiga adalah Eliezer adalah kita,” ujarnya.
Mendukungnya untuk tidak dihukum berat atau lebih ringan daripada pelaku-pelaku lainnya akan berarti karena menyelamatkan pemuda berusia 24 tahun yang masa depannya masih panjang. Apalagi, Eliezer adalah tulang punggung keluarga dari kalangan masyarakat sederhana.
Kemudian mendukung Eliezer dengan mengutamakan prinsip kejujuran dan kebenaran untuk mengungkap kejahatan serius, juga berarti mengupayakan keadilan bagi korban Brigadir Yosua Hutabarat dan keluarganya.
Alasan berikutnya, sambung dia, mendukung Eliezer bukan persoalan pribadi, tetapi memberi pembelajaran penting tentang pentingnya reformasi di tubuh institusi kepolisian yang harus segera dilakukan agar tidak terjadi lagi kasus serupa di masa depan.
“Kasus yang menunjukkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang begitu besar dari seorang jenderal sangat mungkin terjadi tanpa bisa dideteksi sistem tata kelola,” jelasnya.
Terakhir, Prof Sulistyowati bersama 121 akademisi lainnya melihat keberadaan Eliezer dalam kasus tersebut memberi pelajaran berharga bagi mahasiswa hukum yang sedang belajar di fakultas hukum seluruh Indonesia.
“Dari seorang justice collaborator seperti Eliezer kita dapat melihat seseorang berpangkat rendah bisa membongkar kasus besar di lembaga penegakan hukum terhormat, melalui skenario kebohongan yang mengecoh publik,” ucapnya.
Para akademisi berharap majelis hakim yang mengadili kasus tersebut dapat mempertimbangkan pendapat yang disampaikan, dan memastikan hukuman yang diberikan paling adil sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta peraturan perundangan terkait lainnya.
“Kami yakin keadilan yang diputuskan majelis hakim dalam kasus ini, akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia secara umum,” harap dia. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"