KONTEKS.CO.ID – Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah angkat bicara terkait putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu. Menurutnya vonis tersebut cacat hukum dan bertentangan dengan UUD 1945.
Basarah pun ber berpendapat gugatan Partai Prima seharusnya diselesaikan dengan UU Pemilu, bukan hukum perdata berupa perbuatan melawan hukum.
“Putusan pengadilan negeri yang meminta KPU menunda Pemilu jelas bertentangan dengan UUD NRI 1945 yang secara jelas menyebutkan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali,” tegas Basarah, Kamis 2 Maret 2023.
“Padahal, hakim dalam memutus perkara juga harus berpedoman kepada UUD NRI 1945 sebagai hukum dasar tertinggi,” tambahnya.
Politikus PDIP ini telah mencermati putusan Pengadilan Negeri Jakpus Kamis yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU yang dilayangkan partai tersebut pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Dimana dalam gugatannya Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU yang menetapkannya sebagai partai dengan status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal, setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan. Akibat kecerobohan itu, PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda Pemilu.
“Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari,” demikian bunyi putusan yang diketok oleh ketua majelis T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban itu.
Basarah kembali menjelaskan, sengketa Pemilu pada dasarnya adalah permasalahan yang tunduk pada lex spesialis (hukum yang bersifat khusus) tentang hukum pemilu, dalam hal ini UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” tegasnya.
“Partai Prima yang merasa dirugikan oleh verifikasi administrasi KPU hingga tidak lolos ke tahap verifikasi faktual seharusnya merupakan sengketa proses pemilu yang harus diproses lewat upaya hukum ke PTUN,’’ terangnya
Basarah menambahkan, UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah menyatakan bahwa sejak berlakunya undang-undang tersebut, maka semua gugatan perbuatan melawan hukum oleh pejabat pemerintahan merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Karena ada upaya banding oleh KPU, maka putusan PN Jakpus itu belum berkekuatan hukum tetap. Artinya tahapan pemilu 2024 tetap berjalan sebagaimana mestinya,” pungkasnya.
Atas dasar itu, Basarah mendukung KPU untuk melakukan upaya banding atas putusan PN Jakpus tersebut, dan tetap konsisten melaksanakan tahapan Pemilu yang sudah disepakati bersama Pemerintah dan DPR.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"