KONTEKS.CO.ID – Selama sepekan ini telah terjadi sejumlah eskalasi intoleransi, dan yang sangat mencolok dan viral adalah penutupan dengan terpal Patung Bunda Maria di Lendah, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Rabu, 22 Maret 2023.
Kasus intoleransi dan diskriminasi sudah mengalami eskalasi sejak awal tahun 2023, terutama setelah Presiden menyampaikan arahan agar Pemda dan Forkompimda menjamin hak beragama dan beribadah seluruh warga negara. Tapi Pemda dan Forkopimda mengabaikan arahan Presiden dan beberapa kasus terjadi di Kabupaten Sintang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Malang, Kota Lampung, Kabupaten Bogor, dan DIY.
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, mengecam aksi-aksi intoleransi tersebut, terutama aksi penutupan Patung Bunda Maria yang ternyata karena desakkan dari kelompok intoleran. Meskipun pada perkembangannya, Polres Kulonprogo mengklarifikasi bahwa terjadi kesalahan dari anggota kepolisian yang melaporkan kegiatan di lapangan mengenai desakan ormas itu.
Karena itu, dengan kejadian itu sulit bagi publik untuk percaya pada klarifikasi polisi bahwa penutupan itu bersifat sukarela, tanpa ada desakan dari pihak luar. Dalam konteks tersebut, SETARA Institute mendorong aparat pemerintah, termasuk aparat keamanan, untuk tidak tunduk pada kelompok-kelompok intoleran.
Kedua, dalam analisis SETARA Institute, mencolok upaya konsolidasi kelompok-kelompok intoleran dan mobilisasi mereka untuk menghimpun sentimen pemilih mayoritas dengan menekan kelompok-kelompok minoritas. Kecenderungan tersebut tampak dalam eskalasi pelanggaran KBB belakangan ini.
Konsolidasi tersebut bisa dilihat dari upaya politisasi keikutsertaan Timnas Israel dalam gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia pada Mei mendatang. Hal itu tampak juga dalam aksi-aksi serupa, seperti aksi Koalisi Palembang Darussalam, yang direncanakan hari Jumat, 24 Maret 2023 di Gereja Katedral Santa Maria Palembang, yang menolak kedatangan Duta Besar Vatikan ke Palembang dengan alasan Palembang adalah daerah mayoritas Muslim.
Ketiga, SETARA Institute mendesak agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat memastikan untuk tetap tegak lurus dengan jaminan konstitusional. Tahun politik tidak boleh dijadikan sebagai alasan oleh Pemerintah untuk tidak hadir dalam kasus-kasus intoleransi.
Stabilitas di tahun politik bukanlah alasan yang dapat dibenarkan (valid and permittable) untuk melakukan pembatasan hak atas kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dan mendesak minoritas untuk tunduk pada tekanan kelompok yang mengaku sebagai representasi kelompok yang banyak.
Namun, Pemerintah pada kenyataannya tersandera politisasi identitas agama, sehingga tidak berani mengambil tindakan presisi. Oleh karena itu, dalam pandangan SETARA Institute, pada kasus-kasus pelanggaran KBB, yang mengalami eskalasi sejak awal 2023.
“Pemerintah tidak boleh canggung dalam melakukan penegakan hukum secara presisi dengan tujuan menjamin keadilan bagi korban dan memberikan efek jera bagi pelaku. Impunitas semper ad deteriora invitat. Ketiadaan penegakan hukum akan mengundang kejahatan lain,” kata Halili Hasan.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"