KONTEKS.CO.ID – Di era presiden Soekarno, Indonesia menjalin hubungan erat dengan China. Bahkan Partai Komunis Indonesia (PKI) juga bertalian dekat dengan Partai Komunis China (PKC). Saat mengunjungi China tahun 1956, begitu turun dari pesawat, Ketua Mao Zedong dan Perdana Menteri, Zhou Enlai langsung menyambut Soekarno. Ribuan orang serempak berteriak. “Hidup Bung Karno!”
“Beijing menyambut kedatanganku dengan pawai hebat sekali dan tembakan penghormatan. Orang-orang yang bersamaku juga merasa bangga terhadapku. Bangga karena bangsa kami yang dulu tertindas mendapat tempat di antara bangsa-bangsa besar,” kata Soekarno.
Awalnya PKI orientasinya ke Uni Soviet, namun pindah haluan ke Republik Rakyat China pada Sidang Pleno Kedua CC PKI pada Desember 1963. Sebelumnya pada musim gugur tahun itu DN Aidit melakukan kunjungan cukup lama ke Beijing dan menerima arahan-arahan dari Mao Zedong. Aidit menganggap bahwa revolusi oleh para petani di China lebih cocok dengan kondisi di Indonesia dibanding dengan revolusi Oktober di Rusia yang dilakukan para buruh pabrik industri. Itu berarti PKI juga mengadopsi sikap agresif komunisme China (Maoisme), bertentangan dengan haluan Soviet yang menggunakan jalan damai dengan dunia non komunis.
Kelihatan bahwa orientasi Beijing dari PKI ini terwujud dalam kebijakan Soekarno yang sejak 1963 makin mepet ke RRC dan menggagas ‘Poros Jakarta-Beijing’, menempatkan RI sebagai ‘Robin’ bagi ‘Batman’ RRC dalam pertarungan geopolitik Perang Dingin di Asia.
Itulah mengapa pasca prahara 1965 dan jatuhnya Soekarno, China dianggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Selain itu, China juga bertanggung jawab atas pengiriman ribuan senjata untuk pembentukan angkatan kelima yang digagas PKI untuk menandingi Angkatan Darat. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"