KONTEKS.CO.ID – Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) baru-baru ini merilis hasil survei yang menarik terkait faktor penyebab stunting dan penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia.
Hasil survei ini mengungkapkan bahwa produk hasil tembakau seperti rokok bukanlah faktor utama penyebab stunting dan PTM di Indonesia.
Sebaliknya, faktor pendidikan dan pendapatan menjadi pendorong utama terjadinya stunting dan PTM di negara ini.
Direktur PPKE FEB UB, Candra Fajri Ananda, menjelaskan bahwa hasil survei dan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode random forest menunjukkan bahwa faktor dominan penyebab terjadinya PTM di Indonesia adalah pendapatan, konsumsi makanan dan minuman berpemanis, serta kurangnya konsumsi sayur.
“Dalam analisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM), pendidikan, pendapatan, dan kepemilikan jaminan kesehatan juga terbukti memiliki pengaruh signifikan dalam menurunkan terjadinya PTM di Indonesia,” ujarnya.
Survei ini melibatkan 1.600 responden dari berbagai daerah, termasuk NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, dan Bali.
Hasil survei ini menjadi bagian dari upaya PPKE FEB UB untuk mengatasi perdebatan seputar penyebab stunting dan PTM di Indonesia.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa konsumsi produk hasil tembakau seperti rokok dan dampak lingkungan yang terkontaminasi oleh asap rokok bukanlah indikator utama penyebab PTM di Indonesia.
Target Penurunan Kemiskinan dan Penanganan Stunting
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI, Andreas Eddy Susetyo, mengungkapkan bahwa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024, telah dimasukkan target penurunan kemiskinan ekstrem.
Target ini mencakup tiga hal utama, yakni menjaga inflasi, menurunkan kemiskinan ekstrem maksimal satu persen, dan penanganan stunting.
Andreas menekankan pentingnya percepatan penanganan stunting. “Penanganan stunting ini menjadi target, dan menurut saya ini harus diakselerasi. Kami menginginkan penurunan yang cepat dalam penanganan stunting,” ujarnya.
Faktor-Faktor Penyebab Stunting
Sementara beberapa pihak mengaitkan stunting dengan produk tembakau seperti rokok, Asisten Deputi Bidang Perekonomian Makro, Perencanaan Pembangunan, dan Pengembangan Iklim Usaha Kemenko Perekonomian, Roby Arya Brata, mengingatkan bahwa stunting adalah masalah multifaktor.
Meskipun telah ada upaya untuk menurunkan angka stunting, masih jauh dari target yang diharapkan.
Oleh karena itu, diperlukan riset yang tepat dan komprehensif yang memperhitungkan berbagai faktor penyebab stunting.
Selain itu, ada anggapan bahwa kenaikan cukai akan meningkatkan penerimaan negara, namun Roby menegaskan bahwa hal ini belum tentu terjadi.
Kenaikan cukai bahkan dapat mengakibatkan peningkatan rokok ilegal. Oleh karena itu, perlu ada kebijakan yang bijak yang mempertimbangkan aspek kesehatan dan ekonomi terkait produk tembakau.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo, menekankan perlunya keseimbangan kebijakan yang mengatur produk tembakau dengan memperhatikan aspek kesehatan dan ekonomi.
Industri hasil tembakau (IHT) memiliki dampak besar pada petani tembakau dan petani cengkeh serta berdampak pada industri lainnya. Oleh karena itu, kebijakan yang tepat dan adil sangat diperlukan.
Hasil survei PPKE FEB UB ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi stunting dan PTM di Indonesia.
Upaya penanganan masalah kesehatan ini akan semakin efektif jika didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang kuat.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"